Melihat Operasi Petrus 1980–1985 Melalui Memori Kolektif
Mengapa orang dengan tato “Indonesia” dicap sebagai preman?
Pada tahun 1980-an ada sebuah operasi yang disebut Operasi Petrus. Dan apakah Petrus itu? Petrus adalah singkatan dari penembakan misterius yang diberikan kepada sebuah operasi paramiliter di awal tahun 1980-an yang bertujuan untuk mengatasi ketakutan akan gelombang kejahatan dengan kekerasan yang menewaskan ribuan orang yang dicap sebagai penjahat di beberapa kota besar di Indonesia (Barker, 1998: 8). Proses ini bertujuan untuk “mendeteritorialisasi” praktik-praktik keamanan lokal dengan cara yang kondusif bagi kontrol negara pusat untuk merebut kekuasaan gali dan jawara sebagai “penjahat” (Barker, 1998: 9). Berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh Bourchier (1990: 185) terdapat sebuah catatan yang berbunyi:
“Penjahat, anggota geng, atau mantan narapidana yang sering bertato dan hampir selalu berusia muda dan laki-laki, akan dihadang di rumah mereka atau di jalan oleh sekelompok empat atau lima orang berbadan besar. Dalam banyak kasus, mereka akan menembak korban di tempat mereka ditemukan. Lebih buruk lagi, mereka akan memasukkan korban ke dalam mobil Jeep atau Toyota Hardtop dan membawa mereka ke dalam kegelapan malam. Para korban akan dibawa ke daerah yang sepi di mana mereka akan ditembak di kepala dan dada dari jarak dekat dengan pistol kaliber 45 atau 38. Mayat-mayat itu kemudian dibuang ke sungai atau ditinggalkan di tempat-tempat umum seperti di depan bioskop, sekolah, atau di trotoar jalan yang ramai. Para korban sering kali diikat tangannya, dan sering kali menunjukkan tanda-tanda penyiksaan. Keesokan harinya akan ada laporan singkat tentang penemuan “mayat bertato” di koran lokal, biasanya disertai dengan gambar yang mengerikan” (1990: 184)
Namun, menurut Barker (1998: 21) ada kesan bahwa target pembunuhan diidentifikasi bukan dari daftar yang tersembunyi, tetapi dari tanda yang sangat terlihat di tubuh mereka, yaitu tato. Rumor menyebutkan bahwa penembakan misterius memburu siapa saja yang memiliki tato.
Bagaimana melihat Operasi Petrus dalam Memori Kolektif/Budaya?
Menurut Jan Assman dalam buku Das Kultur Gedachtnis. Memori kolektif terletak pada generasi sezaman yang menyaksikan suatu peristiwa sebagai orang dewasa dan dapat meneruskan hubungan fisik dan aktif dari peristiwa tersebut kepada keturunannya “Post Generation.”
Bagaimana ingatan tentang Operasi Petrus dibangun dan diteruskan dalam masyarakat?
Konstruksi yang dibangun pada masa ORBA (Orde Baru) adalah dengan membiarkan tubuh mereka yang dianggap sebagai Gali (Preman) dengan tato di tubuhnya begitu saja di jalanan, pasar atau selokan (tempat keramaian). Hal ini berguna untuk menciptakan “Shock Therapy” agar masyarakat mengerti bahwa terhadap perbuatan jahat masih ada yang bisa bertindak dan mengatasinya. Dan trauma ini diwariskan dari generasi pertama ke generasi kedua.
Bagaimana transmisi memori dalamOperasi Petrus?
Dalam teori post-memory, transmisi memori ini disampaikan dalam dua bentuk, yaitu:
Familia post-memory, dimana memori trauma disampaikan oleh keluarga terdekat, seperti seorang ibu yang selalu mengingatkan anaknya untuk tidak membuat tato karena tato erat kaitannya dengan premanisme.
Post-memory afiliatif, di mana memori trauma disampaikan oleh orang/komunitas tertentu dalam sebuah dialog atau pertemuan budaya tentang bagaimana tato bisa diasosiasikan dengan premanisme pada masa Operasi Petrus.
Apa warisan Operasi Petrus yang masih bisa dilihat oleh generasi sekarang?
Namun, ORBA telah meninggalkan warisan bagi negara saat ini dalam menjalankan kontrol atas kekuasaan di wilayah terkecil. Setelah ORBA tumbang, ancaman-ancaman serupa Petrus muncul dalam bentuk lain, seperti kasus-kasus pembunuhan santet. Realisasi kontrol negara di tingkat lokal sebagai bentuk warisan ORBA masih dapat diamati dalam praktik-praktik pemberangusan aktivis dan sebagainya. Maka, membicarakan ORBA dan Petrus untuk merefleksikan dan menjaga kesadaran akan berbagai bentuk kontrol negara masih relevan hingga saat ini.
Dispositive, the concept of a tool or control mechanism in society.
“Michel Foucault”Thoughts on how public opinion can be shaped through the media.
“Noam Chomsky”