Film Indonesia, Usmar Ismail & Bachtiar Siagian
Dalam upaya membedakan praktik perfilman yang di berangus dan yang diidealkan setelah 1965, perhatian pada karya-karya dua sutradara, Usmar Ismail yang saat ini dianggap sebagai ‘ bapak perfilman indonesia’ dan Bachtiar Siagian, sutradara dan teoritikus film LEKRA yang paling produktif. Perbandingan ini sangat penting sekaligus mustahil juga, karena tidak ada satu pun/tidak banyak film Bachtiar Siagian yang tersedia. Berbeda dengan film-film Usmar yang yang tersimpan dalam arsip-arsip film di Jakarta. Pembahasan film-film Bachtiar Siagian merupakan bentuk rekonstruksi karya-karya yang diciptakannya.
- Usmar Ismail
Usmar Ismail lahir dalam keluarga bangsawan Minangkabau dan menerima pendidikan yang hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil orang indonesia yang cukup terpandang. Abu Haniffah, seorang dokter, penulis, politisi Masyumi dan menteri pendidikan dan kebudayaan pertama di Indonesia, sangat mempengaruhi karya-karya awal Usmar. Film- film awal Usmar mendapat dukungan antusias dari para seniman dan intelektual Jakarta pada umumnya. Mereka yang bekerja bersama dalam film-film awalnya termasuk penulis Sitor Situmorang, penyair Rivai Apin dan pelukis Basuki Resobowo. Namun, sejak akhir 1950-an, para intelektual nasionalis dan kiri ini menjadi semakin kritis terhadap kehidupan artistik, politik dan pribadi Usmar. Pada tahun 1954, Usmar dan Jamaluddin Malik bersama-sama memproduksi Lewat Jam Malam sebagai upaya untuk membuat Indonesia menjadi kontestan yang kuat dalam Festival Film Asia Pertama, yang diadakan di Tokyo. Pada tahun 1962, Usmar Ismail menjadi wakil ketua I pendiri LESBUMI ( Lembaga Senibudaya Muslimin Indonesia ) sebuah organisasi kebudayaan yang disponsori oleh partai politik Islam NU. - Bachtiar Siagian
Bachtiar Siagian lahir di Binjai, Sumatera Utara, 19 Februari 1923, Sebelum terjun ke dunia film, ia telah aktif menulis naskah drama, antara lain “ The Blood People”, “Rosanti” dan lain-lain. Terjun ke dunia film pada 1955, langsung sebagai sutradara untuk film “ Tjorak Dunia”. Kemudian menjadi sutradara dalam film “Kabut Desember “ (1955), “Daerah Hilang” (1956), “Turang” (1957), “Piso Surit” (1960). Bachtiar sendiri menjadi tokoh penting pada organisasi LFI ( Lembaga Film Indonesia ) yang dibuat oleh kelompok LEKRA Pada kongres I Lekra di Solo pada bulan Maret tahun 1959.
Melihat dari biodata singkat 2 sosok sutradara besar yang mewakili setiap organisasi mereka ini menjadi kunci dari perbedaan penting narasi film Usmar dan Bachtiar. Dalam banyak filmnya, yang dianggap inovatif oleh Usmar ( dan juga oleh pengagumnya), ia berusaha menyelami sisi-sisi pribadi dan dunia psikologis para tokohnya. Bachtiar sendiri dalam film-filmnya mencoba mengeksplorasi situasi historis dan sosial para tokohnya. Mungkin paling baik di contohkan dengan membandingkan Lewat Djam Malam dan Tjroak Dunia.